Tentang FSB
Tentang mimpi pegiat literasi daerah yang ingin
memajukan literasi daerahnya
Kabar
tentang festival sastra ini belum lama saya ketahui, pada saat
tim Road Show ke Kampus-kampus dan
Sekolah Menengah Umum baru saya
mengetahui tentang hal ini.
Kampus
kami di kunjungi sekitar pertengahan Desember 2016, saat itu ada sesi
perngenalan , ada sesi games yang berhadiahkan sebuah buku dan terakhir
penyebaran formulir untuk yang mau menjadi relawan.
Pada
sesi pengrekrutan ada sekitar 20 orang yang menyatakan diri tertarik untuk
menjadi relawan. Dan oleh panitia di beritahukan bahwasanya para relawan yang
sudah mengisi formulir akan dihubungi kelak untuk sesi wawancara.
Sebulan
berlalu, disaat saya sudah hampir
melupakan bahwa saya pernah mengisi sebuah formulir untuk wawancara jadi
relawan, dan hari itu saya mendapat pesan singkat untuk mengikuti wawancara
calon relawan untuk ajang Festival
Sastra Banggai (FSB). Duh senangnya awal tahun 2017 yang menggairahkanpun tiba.
Kami diundang untuk berkumpul di sebuah café di daerah Keraton Luwuk, peserta
wawancara cukup banyak dan berasal dari perbagai Institusi dan Sekolah di kota
Luwuk. Satu persatu kami di undang untuk wawancara, dan oleh pewawancara memberitahu kami bahwa yang lolos jadi
relawan akan dihubungi secepatnya.
Diakhir
Januari 2017 kami mendapat memberitaan melalui pesan singkat dan melalui
fanpage panitia bahwa kami lolos dalam wawancara relawan untuk FSB 2017. Saat
itu relawan yang berhasil lolos dan masuk dalam kriteria oleh panitia berjumlah
39 orang.
Pertemuan
pertamapun pada tgl. 3 Pebruari digelar di sebuah taman terbuka di jantung kota
Luwuk, yah Taman Aktivitas tempat pertama tim relawan terpilih bertemu dengan
Tim Utama FSB. Perkenalan berlangsung dengan sangat akrab, masing-masing memperkenalkan
diri. Setelah berbincang ria kurang
lebih 2 jam kamipun bubar dan disepakati akan bertemu lagi 2 minggu mendatang, yakni
pada tanggal 17 Pebruari 2017.
Pada
pertemuan ke 2 ini kami sudah dibagi pada masing-masing seksi yang diminati,
tapi kelihatannya seiring dengan waktu dan perkembangan di lapangan seksi-seksi
kurang efektif maka dileburlah menjadi tugas bersama.
Pada
akhir Pebruari pihak panitia mendapat pinjaman gedung untuk dijadikan sekretariat
festival. Gedung Transito kemudian menjadi tempat kami berkumpul, yang mana
pada awalnya dijadwalkan bagi para relawan untuk datang seminggu sekali pada
hari Kamis, tapi kemudian seiring dengan meningkatnya aktifitas dan semakin
dekatnya ajang festival maka kamipun berkumpul setiap saat disaat jadwal kuliah
dan sekolah serta jam kerja kosong.
Tapi
seiring itupula jumlah relawan makin berkurang, bukan keengganan mereka untuk
bekerjasama akan tetapi jadwal kuliah dan sekolah makin ketat dan disaat yang
sama persiapan untuk mid-semester dan ujian sekolah sedang berlangsung, sedang
hal yang terjadi juga pada pekerja, mereka sedang dikejar waktu untuk
menyelesaikan laporan triwulan 1, maka semua serba kepepet waktu, tapi syukur alhamdulillah
karena kecintaan kami akan literasi dan niat untuk menjadikan ajang ini sebagai
sebuah tonggak kebangkitan sastra daerah kami Banggai maka segala daya upaya
kami usahakan untuk tetap hadir untuk saling menguatkan. Tim relawan
benar-benar solid. Tapi panitiapun tak kalah dengan tim relawan, kolaborasi
kami sungguh kuat. Dan saat kesibukan panitia yang semakin tinggi saya ditunjuk
sebagai Koordinator Relawan.
Awal
April, semua mulai sudah mendebarkan. Pernak-pernik sudah mulai rampung, tim
perlengkapan sudah kerja full, pengerjaan lampion sudah mencapai target, tim
lapangan sudah sibuk dengan segala persiapannya, semua fokus pada tupoksinya,
sungguh hebat mereka, sungguh solid kami. Dan salut buat Tim Properti yang bekerja
dengan penuh tanggung jawab
Disaat
tim relawan yang sudah makin mengkerut ada tim yang membuatku sungguh jadi
makin bersemangat yakni Tim Amik Nurmal dan Tim SMK1, sedangkan tim UML banyak
yang meninggalkan saya sendiri disini.
Seminggu
menjelang festival berlangsung, sekretariat pindah di lokasi perhelatan
Festival Sastra Banggai yakni di areal RTH Teluk Lalong Luwuk, dan beruntung
pihak panitia mendapat ijin untuk menggunakan ruang jaga Taman dan segala
fasilitasnya. Dan disinilah pekerjaan rumitnya dimulai, para relawan yang masih
setia makin solid saja, siang dan malam mereka datang untuk menyelesaikan
pernak-pernik yang ada pada tahap finishing.
Lampion udah tahap pengetesan, ada 120 buah lampion, ada sebuah bola dunia yang
bertuliskan Festival Sastra Banggai, sebuah buku raksasa yang bertuliskan FSB
2017, Rayakan Kata, Bumikan Ilmu, sebuah Tugu Huruf yang bertuliskan F S B, dan
sebuah rakit yang dipersiapkan untuk pembacaan puisi. Dan dari semua persiapan
itu yang tak kalah pentingnya adalah tatanan panggung, dimana panggung di buat
begitu indahnya, ada panggung utama dan ada panggung tambahan dikiri kanan
panggung utama. Tatanan panggung yang apik dibuat tanpa ada tenda, benar-benar
menyatu dengan alam semesta, para penyair beraksi dibawah birunya langit malam
disaat bulan sudah mulai menyabit.
Angankupun
berkelana tentang megahnya perayaan kata – kata, berharap semoga disaat hari
bahagia ini tiba kami tidak dihadang oleh hal – hal yang tak diinginkan.
H-3,
panggung sudah mulai dalam tahap akhir pengerjaan, tenda – tenda para tamu undangan
dan tenda penampil sudah mulai dirapihkan, perlengkapan pendukung seperti sound system, jaringan wifi dan jaringan listrik semua sudah
terpasang dengan sukses.
H-2,
Bola dunia sudah berdiri tegak ditengah – tengah areal taman, menyusul rakit
yang sudah bisa di uji-coba pada telaga, dan tahap terakhir pemancangan tugu
FSB yang gagah tegak berdiri sejajar dengan bola dunia.
H-1,
lampion direntangkang sepanjang plaza utama kearah plaza tengah arah jalan
menuju rakit. Kerja keras bisa kami nikmati malam ini, terimakasih kakak semua,
terimakasih kalian semua telah mendedikasikan waktu dan tenaga kalian untuk
ajang ini. Dan yang paling membahagiakan bahwa banyak masyarakat umum yang
datang untuk sekedar berselfie ria
pada semua areal properti, padahal ajang belum dimulai, padahal ada fotobooth yang disiapkan, akan tetapi
karena ada satu dan lain hal fotobooth
tidak diberdayakan sebagaimana rencana awal, karena masyarakat umum jauh lebih
tertarik pada lampion dan tugu FSB.
Dan
satu perlu saya syukuri jelang hari H makin mendekat, banyak relawan yang
merapat, ada dari Pengajar Muda, dari berbagai komunitas literasi dan rumah
baca yang ada dikota Luwuk dan dari luar kota yang awalnya ada beberapa yang
telah mendaftarkan diri jadi relawan akan tetapi hanya ada 2 yang tiba dengan selama di kota
Luwuk. Mereka berdua berasal dari Kota Palu. Dan bersyukur juga bahwasanya
pemenang penulisan pada blog yang berasal dari kota Bandung juga bisa hadir
dikota kami.
Kami
mulai merasakan kebahagian itu…… padahal masih sehari lagi tapi narasumber
sudah ada yang datang hari 19 April 2017, penjemputan sudah dijam 10 pagi dan
syukur alhamdulillah saya ditunjuk menjadi salah satu dari 6 LO yang
dipersiapkan untuk mendampingi para narasumber.
Saya menjadi LO untuk 3 narasumber yakni Shinta Febriani, Lian Gogali
dan Jamil Massa.
Malam
ini saya tidur dengan sejuta mimpi yang ada dalam angan…. Yah besok kita akan
merayakan kata dan membumikan ilmu. Dan diakhir mimpi kulihat diriku dalam
balutan Kaos hitam yang bertuliskan FSB warna merah dan….. aku hampir telat bangun gara-gara mimpi tentang
sebuah maha karya dari anak negeri dengan diawali oleh keinginan membuat suatu gelaran
akbar dalam jangka singkat dan itu terwujud…..
20 – 23 April 2017.
Luwuk, 10 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar